Jumat, 30 Desember 2011

Peran Kimia Komputasi dalam Penemuan Obat dan Penelitian


Sejak dahulu kimia terkenal sebagai bidang ilmu yang berlandaskan pada percobaan/eksperimen. Karena memang semua penjelasan-penjelasan ilmiah yang dipaparkan selalu dilandaskan pada percobaan. Dalam arti bahwa pemahaman kimia atau teori-teori baru timbul setelah melakukan pengamatan terhadap hasil-hasil percobaan. Namun saat ini, pemahaman ilmu kimia tidak hanya terjadi karena pengamatan hasil-hasil percobaan, tetapi juga dengan eksperimen komputer atau sering popular kimia komputasi. Pendekatan yang dilakukan oleh kimia komputasi, antara lain dapat dilakukan untuk menemukan titik awal untuk sintesis atau penemuan obat dan dapat digunakan untuk menjelajahi mekanisme reaksi dan menjelaskan pengamatan pada reaksi di laboratorium.
Tawaran yang menarik akhir-akhir ini adalah pemanfaatan komputer sebagai alat bantu dalam penemuan obat. Kemampuan komputasi yang meningkat eksponensial merupakan peluang untuk mengembangkan simulasi dan kalkulasi dalam merancang obat. Komputer menawarkan metode in silico sebagai komplemen metode in vitro dan in vivo yang lazim digunakan dalam proses penemuan obat. Terminologi in silico, analog dengan in vitro dan in vivo, merujuk pada pemanfaatan komputer dalam studi penemuan obat.
Mengapa dikatakan menarik? Alasan utamanya adalah efisiensi biaya. Sebagai ilustrasi akan disampaikan perbandingan penemuan obat secara konvensional dan dengan bantuan komputer ketika ditemukan suatu senyawa A dalam tanaman Z yang diduga aktif sebagai senyawa antikanker dengan menghambat enzim X, suatu enzim yang sudah diketahui strukturnya secara kristalografi:
  1. Konvensional
    Secara konvensional yang bisa dilakukan adalah mensintesis turunan dan analog senyawa A dan diujikan dalam enzim X sampai ditemukan benerapa senyawa yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pada senyawa-senyawa potensial tersebut dilakukan uji lanjutan dan secara alami senyawa-senyawa tersebut dapat berguguran dan tidak sampai ke pasar karena terbentur beberapa masalah pada uji lanjutan, misal didapati toksis. Kemudian dilakukan skrining lagi dari tanaman yang secara empiris dilaporkan mengobati kanker.
  2. Dengan bantuan komputer (Computer-aided drug discovery; CADD)
    Di lain pihak, keberadaan sebuah komputer pribadi dilengkapi dengan aplikasi kimia komputasi yang memadai ditangan ahli kimia komputasi medisinal yang berpengalaman dapat menayangkan senyawa A secara tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi dengan senyawa lain yang sudah diketahui memiliki aktivitas tinggi, misal senyawa B. Berdasarkan komparasi 3D dilengkapi dengan perhitungan similaritas dan energi, memberikan gambaran bagian-bagian dan gugus-gugus potensial yang dapat dikembangkan dari senyawa A (pharmacophore query). Kemudian berbagai senyawa turunan dan analog disintesis secara in silico alias digambar sesuai persyaratan aplikasi komputer yang digunakan (Untuk selanjutnya disebut senyawa hipotetik). Hal ini jelas jauh lebih murah daripada sintesis yang sebenarnya. Keberadaan data struktur 3D enzim X akan sangat membantu. Aplikasi komputer dapat melakukan studi interaksi antara senyawa-senyawa hipotetik dengan enzim X secara in silico pula. Dari studi ini dapat diprediksi aktivitas senyawa-senyawa hipotetik dan dapat dilakukan eliminasi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas rendah. Sebelum diusulkan untuk disintesis, senyawa-senyawa hipotetik tersebut dengan diprediksi toksisitasnya secara in silico dengan cara melihat interaksinya dengan enzim-enzim yang bertanggung jawab pada metabolisme obat. Dari beberapa langkah in silico tersebut, dapat diusulkan beberapa senyawa analog dan turunan senyawa A yang memang potensial untuk disintesis dan dikembangkan, atau mengusulkan untuk mengembangkan seri baru. Jumlah senyawa yang diusulkan biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan penemuan obat secara konvensional.
Dalam hal ini komputer membantu untuk mereduksi jumlah senyawa yang diusulkan secara rasional dan diharapkan lebih efektif serta , membantu mempelajari interaksi obat dengan targetnya bahkan kemungkinan sifat toksis senyawa tersebut dan metabolitnya. Berdasar pengalaman penulis, dalam waktu satu tahun di Indonesia dikarenakan kurang pengalaman (dan starting material tidak dapat ditemui di agen lokal, harus impor dan butuh waktu tiga bulan jika ada stoknya; alat untuk elusidasi struktur sangat jarang dan andaikan ada pun sering tidak dalam kondisi dapat digunakan,) rata-rata hanya mampu melaporkan sintesis 3 senyawa sederhana. Peran komputer dalam hal ini bagi negera berkembang dapat dioptimalkan.
Selain itu, kajian komputasi dapat dilakukan untuk menemukan titik awal untuk sintesis dalam laboratorium. Dalam arti bahwa ketika kita ingin mensintesis senyawa tertentu, banyak kemungkinan pereaksi yang dapat membentuk senyawa yang kita ingin sintesiskan tersebut. Begitu pula dengan pelarut, pelarut cukup banyak mempengaruhi reaksi. Peran komputasi disini adalah meramalkan dari sekian banyak peraksi dan pelarut yang mungkin., pereaksi dan pelarut mana yang paling efektif dan efisien untuk membentuk senyawa yang kita inginkan. Sehingga para kimiawan tidak perlu melakukan try and error untuk mencari pereaksi dan pelarut yang efektif dan efisien untuk mensintesis senyawa yang kita inginkan.

Sumber Refrensi:
Istiyastono, E. P. 2007. Peran Komputer dalam Penemuan Obat. Didownload di www.chem-is-try.org
Prianto, Bayu. 2011. Pemodelan Kimia Komputasi. Peneliti Bidang Material Dirgantara: LAPAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar